INFOBRAND.ID - Menteri Koodinator Bidang Pereekonomian Airlangga Hartanto mengatakan Indonesia memiliki PR baru, pekerjaannya adalah bagaimana Indonesia sebagai ekonomi terbesar memiliki daya saing untuk memanfaatkan peluang. Beberapa kerjasama perdagangan antar negara diharapkan dapat menjadi momentum.
Salah satu kerjasama terbesar saat ini adalah Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional (bahasa Inggris: Regional Comprehensive Economic Partnership, RCEP) yang merupakan rencana perjanjian perdagangan bebas yang melibatkan 16 negara. RCEP ini merupakan trading terbesar yakni 33% PDB, 29% perdagangan dan 48% penduduk dunia.
“Untuk itu Indonesia harus menyiapkan yang terbaik. Tentu kita harus meningkatkan daya saing, sehingga dengan adanya perjanjian RCEP ini, Indonesia dapat memanfaatkan akses terhadap 3,6 miliar orang yang tergabung dalam perjanjian ini,” katanya dalam Dialog RCEP, Manfaat Peluang dan Momentum, Mampukah Indonesia Memanfaatkan? di Mandarin Oriental Hotel, Senin, (16/12/2019).
Airlangga menjelaskan IMF (International Monetary Fund) baru- baru ini memangkas prediksi pertumbuhan perekonomian dunia, kemudian harga komoditas rata- rata turun dan beberapa park central akibat melambatnya pertumbuhan ekonomi menyebabkan memangkas hubungan. Sehingga dengan melihat peluang kuantitatif dapat mendorong likuiditas.
Di satu sisi ada kabar setengah baik terkait perang dagang antara Cina dengan Amerika kian mereda, setelah tercapai kesepakatan dagang pada Jumat, 13 Desember 2019. Sehingga di tahun 2020 ada sedikit optimisme, meski demikian Indonesia sebuah negara yang pertumbuhannya bisa mencapai 5% cukup lebih baik dari negara lain. Bahkan dalam konteks B20, Indonesia hanya berada di bawah India dan Cina, artinya Indonesia menjadi negara ke-3 pertumbuhan mineral terbesar di dunia.
Bicara indikator sosial, angka pengangguran harus ditekan dan tingkat inflasi Indonesia terjaga di 3%. Di tahun 2020 juga diramalkan suku bunga akan kembali ke single digit. Hal ini menandakan Indonesia mempunyai momentum yang baik untuk meningkatkan daya saing. Meskipun dilihat dalam Wold Economic Forum peningkatan indeks daya saing Indonesia mengalami peningkatan dan peringkat Ease of Doing Business (EODB) Indonesia stabil di angka 73. Walaupun dari segi angka naik- naiknya sedikit, tentu kita harus bergerak bagaimana caranya memperbaiki EODB kita.
Selain itu Pemerintah juga mendorong untuk menjaga daya beli masyarakat, yang mana saat ini daya belinya sekitar 56%. Pemerintah merasa ini penting, karena 56% itu kira- kira 3,5% petumbuhan ekonomi kita dari sektor konsumsi. Jadi kalau sektor konsumsi kita terus terjaga, maka sektor yang lain termasuk investasi dan indeks penjualan riil dapat tumbuh 1,5 persen.
“Sejatinya kontribusi APBN itu hanya 14% terhadap ekonomi kita. Sehingga Bapak Presiden selalu mendorong bahwa sektor dunia swasta ini yang harus didorong, sebab kontribusinya 86% dari pertumbuhan ekonomi kita. Maka dari itu persoalan yang ada di sektor swasta harus diperhatikan,” tuturnya. [hfz]